Minggu, 27 Maret 2011



1. Mesopotamia
- Menentukan system bilangan pertama kali
- Menemukan system berat dan ukur
- Tahun 2500 SM system desimal tidak lagi digunakan dan lidi diganti oleh notasi berbentuk baji
2. Babilonia- Menggunakan sitem desimal dan π=3,125
- Penemu kalkulator pertama kali
- Mengenal geometri sebagai basis perhitungan astronomi
- Menggunakan pendekatan untuk akar kuadrat
- Geometrinya bersifat aljabaris
- Aritmatika tumbuh dan berkembang baik menjadi aljabar retoris yang berkembang
- Sudah mengenal teorema Pythagoras
3. Mesir Kuno- Sudah mengenal rumus untuk menghitung luas dan isi
- Mengenal system bilangan dan symbol pada tahun 3100 SM
-Mengenal tripel Pythagoras
- Sitem angka bercorak aditif dan aritmatika
- Tahun 300 SM menggunakan system bilangan berbasis 10
4. Yunani Kuno- Pythagoras membuktikan teorema Pythagoras secara matematis (terbaik)
- Pencetus awal konsep[ nol adalah Al Khwarizmi
- Archimedes mencetuskan nama parabola, yang artinya bagian sudut kanan kerucut
- Hipassus penemu bilangan irrasional
- Diophantus penemu aritmatika (pembahasan teori-teori bilangan yang isinya merupakan pengembangan aljabar yang dilakukan dengan membuat sebuah persamaan)
- Archimedes membuat geometri bidang datar
- Mengenal bilangan prima
5. India- Brahmagyupta lahir pada 598-660 Ad
- Aryabtha (4018 SM) menemukan hubungan keliling sebuah lingkaran
- Memperkenalkan pemakaian nol dan desimal
- Brahmagyupta menemukan bilangan negatif
- Rumus a2+b2+c2 telah ada pada “Sulbasutra”
- Geometrinya sudah mengenal tripel Pythagoras,teorema Pythagoras,transformasi dan segitiga pascal
6. China- Mengenal sifat-sifat segitiga siku-siku tahun 3000 SM
- Mengembangkan angka negatif, bilangan desimal, system desimal, system biner, aljabar, geometri, trigonometri dan kalkulus
- Telah menemukan metode untuk memecahkan beberapa jenis persamaan yaitu persamaan kuadrat, kubikdan qualitik
- Aljabarnya menggunakan system horner untuk menyelesaikan persamaan kuadrat

Sabtu, 26 Maret 2011

Pasar KOSAMBI

Pasar Kosambi
Pasar Kosambi

Pasar Tradisional yang terletak di sekitaran Jalan Ahmad Yani Bandung ini merupakan pasar tradisional lama yang masih berdiri kokoh melayani masyarakat memenuhi kebutuhannya. Seperti pada umumnya pasar tradisional disini dijual berbagai keperluan hidup, sembako dan berbagai pernak-pernik makanan. Untuk pasar Kosambi sendiri memiliki khas barang dagangannya yaitu berbagai macam kue-kue, jajanan pasar, oleh-oleh dan makanan khas daerah Jawa Barat.

Kios-kios Pasar Kosambi buka 24 jam untuk menghadapi Lebaran tahun ini. Karena disaat-saat menjelang hari Lebaran begini banyak orang yang mencari kue-kue Lebaran, oleh-oleh, jajanan, dan makanan khas daerah tertentu. Di salah satu toko yang kami temui, dijual berbagai makanan seperti: Tempe Oncom,Dodol Garut, usus, Jagung Mexico, Kacang Mede, Kacang Bawang, Batagor Goreng, Baso Goreng, Pastel, berbagai macam keripik dan kerupuk dan berbagai macam kue-kue Lebaran.
Kue lebaran
Kue lebaran
Kue Pastel
Kue Pastel
Berbagai macam Kerupuk-Keripik
Berbagai macam Kerupuk-Keripik
Oleh-oleh
Oleh-oleh

Begitulah pemandangan pertama saat Anda sampai ditempat ini, agak kedalam sedikit Anda akan menemui kios-kios yang menjual keperluan membuat kue dan roti, serta kios-kios yang menjual jajanan pasar seperti : Resoles, Kue Lapis, Lemper, Onde-Onde, Crocket, Nagasari, Mendut, dan berbagai kue pasar khas Indonesia.

Jajanan Pasar
Jajanan Pasar
Kue Khas Indonesia
Kue Khas Indonesia

Jajanan Pasar ini tentnunya sehat dan higienis, serta harganya yang murah meriah untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah, namun rasa tetap maknyussss. Harga jajanan pasar ini berkisar Rp. 500,- sampai Rp. 2000,- untuk satu bijinya. Di musin Puasa Ramadhan, jajanan pasr ini juga tersedia dari pagi hari toko buka, jadi jangan takut kehabisan untuk persediaan buka puasanya.

Masuk kedalam sedikit Anda akan menjumpai para pedagang sayur-mayur dan sembako seperti beras, cabe/lombok. bawang, minyak, tepung, gula, dan daging. Disaat-saat menjelang Lebaran seperti ini harga-harga cenderung meningkat dikarenakan proses distribusi barang yang agak tersendat, namun hal tersebut tidak mengurangi antusias masyarakat untuk belanja disini dibandingkan dengan di supermall.
Sayur
Sayur
Shopping
Shopping
Dagangan
Dagangan
Penjual
Penjual

Mari bantu sesama kita, wujudkan masyarakat yang cinta produk dalam negeri, bantu petani dan pedagang dengan membeli kebutuhan kita di Pasar Tradisional.
Selamat Berbelanja!!!!

Toko Jogja - Bandung

SEJARAH..
Bangunan Pertama Yogya Department Store
Berawal dari sebuah toko batik di daerah Kosambi Bandung, Toko YOGYA pertama kali berdiri dan mulai melayani konsumennya. ...
Saat itu nama DJOCJA yang merupakan nama asli toko "batik" itu tetap dipertahankan.
Namun barang dagangan yang tadinya hanya kain batik, mulai dikombinasikan dengan produk lain yang merupakan kebutuhan sehari- hari. Seperti : sabun, sikat gigi, pasta gigi, kosmetik dan produk kelontongan lainnya.

STORE TYPE
Yogya Store Type
Berdiri sejak tahun 1982, cabang pertama toko YOGYA di Jl. Sunda No. 60, Bandung.
Disinilah tonggak penting dari awal sejarah toko YOGYA dimulai. Manajemen yang lebih modern dan rekruitmen SDM yang berkualitas menjadi bagian dari awal sebuah kesuksesan di kelak kemudian hari.
YOGYA Group merupakan perusahaan ritel dengan format Supermaket dan Departement Store.

VISI & MISI
Yogya Visi & Misi
Visi :
Tetap Menjadi Pilihan Utama
Pilihan utama bagi konsumen, mitra usaha, pasar tenagakerja, shareholder, maupun masyarakat dan pemerintah di tengah berbagai alternatif pilihan dan persaingan usaha.
Misi :
Setia Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Dengan Corporate Culture : "Maju dengan karya bersama" dan
Moral Filosofi : "Jujur, Setia & Rendah Hati"
YOGYA Group selalu berusaha mewujudkan kepuasan bagi konsumen dengan menyediakan produk yang berkualitas, layanan yang unggul, dan akrab bersahabat, serta dalam suasana belanja yang menyenangkan.

COVERAGE
Coverage Area
Saat ini beroprasi di wilayah Jawa Barat, Jakarta & Sebagian Jawa Tengah.
YOGYA Group memiliki 52 outlet dengan brand name Toserba YOGYA dan Toserba GRIYA.



RETAIL SPACE
Retail Space
Berkembang dari toko kecil di Kosambi dengan luas hanya 100m2.
Saat ini, YOGYA Group memiliki luas retail sebesar 160.0000m2 dengan 89.000m2 diantaranya adalah selling Area.

PENUNJANG
Bangunan Pertama Yogya Department Store
Dengan total bangunan seluas 4.800m2, kantor pusat YOGYA Group berfungsi sebagai pusat kendali dan pengambilan keputusan strategis manajemen sekaligus infrastruktur pendukungnya bagi setiap outletnya, khususnya dalam pembelian produk, promosi, teknologi dan lain-lain.


DISTRIBUTION CENTER (DC)
Distribution Center
Dengan luas sekitar 5.300m2. Distribution Centre (DC) berfungsi sebagai gudang dan pusat pendistribusian barang ke seluruh outlet-outlet yang tersebar di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Dilengkapi dengan berbagai peralatan logistik & armada transportasi baran yang handal untuk mendukung terdistribusinya barang ke setiap toko yang menbutuhkan secara tepat waktu, tepat kualitas & tepat kuantitas.

MARKETING
Marketing
cara meraih dan merebut hati pelanggan merupakan tantangan yang dihadapi setiap pelaku bisnis ditengah situasi persaingan yang sangat ketat.
Oleh karena itu ketepatan dalam menerapkan strategi pemasaran sangat penting dalam memenangkang hati pelanggan demi keberhasilan dan kemajuan Toserba YOGYA sebagai "Pilihan Keluarga Bijak".


INFORMATION TECHNOLOGI (IT)
IT Support
YOGYA Group terus melakukan berbagai pengembangan dan akuisisi teknologi informasi terbaru untuk menjamin pengambilan keputusan manajemen yang akurat dan kepuasan bagi pelanggan.

HUMAN RESOURCES
Human Resource
Bermula dari 5 orang karyawan, YOGYA Group saai ini memiliki lebih dari 7.100 orang karyawan. Sebagian besar karyawan berusia muda dan produktif (21-30 tahun, hampir mencapai 68%)
Menyadari bahwa karyawan merupakan asset yang berharga bagi pengembangan perusahaan dimasa depan, maka YOGYA Group mengembangkan suatu Learning Center sebagai pusat pembelajaran, pelatihan dan pengembangan karir bagi sumber daya manusianya.  



Daftar Perusahaan dan Industri yang Beralamat dan Berkantor di ITC Kosambi Complex



IBM Indonesia, PT [Bandung Branch]
ITC Kosambi Complex Block C No. 32, Jl. Baranangsiang, Bandung, Jawa Barat 40112
Business Line: Edp equipment and supplies; Information system
Phone: (022) 4261978, (022) 4261979

Mitra Infosarana, PT [Bandung Branch]
ITC Kosambi Complex Block C No. 32, Jl. Baranangsiang, Bandung, Jawa Barat 40112
Business Line: Computer maintenance, hardware and peripheral
Phone: (022) 4261978, (022) 4261979 Fax: (022) 4222084

Asuransi Wuwungan, PT [Bandung Branch]
ITC Kosambi Complex Block A-12, Jl. Baranangsiang No. 8, Bandung, Jawa Barat 40112
Business Line: General insurance
Phone: (022) 4222180, (022) 70837383 Fax: (022) 4222190

Pemprov Ambil Alih Rumentang Siang

BANDUNG, TRIBUN - Pemprov Jabar akan mengambil alih Gedung kesenian Rumantangsiang Jalan Baranang Siang karena dinilai tak terurus dan terbengkalai.

"Pengelolaan Gedung Kesenian sebaiknya dikembalikan pengelolaannya pada  Pemerintah Provinsi Jabar.  Sekarang pengelolaannya oleh PD Jasa Wisata (Jawi) terlihat telantar," ujar Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, seusai membuka Festival Drama Bahasa Sunda ke XI, Selasa (2/3) di Gedung Rumentang Siang.

Menurut Heryawan, jika Gedung Rumentangsiang dikelola Pemprov Jabar bisa menggunakan dana APBD untuk biaya operasional, tapi jika tetap dikelola PD Jawi khawatir lebih rusak karena tak diurus.

"PD Jawi hanya memikirkan profit sementara gedung ini tidak menghasilkan profit jadi tidak diurus," ujar Heryawan.

Heryawan mengatakan Gedung Rumentang Siang memiliki sejarah sejak zaman Belanda dan saat ini dipergunakan untuk melestarikan budaya sunda, makanya harus dikeloka dengan baik.

Heryawan menjelaskan, aset milik daerah dibagi dua, aset yang dipisahkan dan murni. APBD hanya bisa membiayai aset murni sedangkan aset yang dipisahkan seperti PD Jawi tidak bisa dibiayai APBD.

"Pengelolaan gedung Rumentang Siang milik PD Jawi bisa dipindahkan ke Pemprov Jabar jadi aset murni agar biaya pemeliharaan bisa dari APBD," ujar Heryawan. (tsm)


Sumber : Tribun Jabar

Jumat, 25 Maret 2011

Foto

Rabu, 02 Maret 2011

Sejarah Tari Jaipongan, Tarian Khas Sunda Yang Patut di Coba

Kesenian Tradisional Jawa Barat

Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.

MENYEBUT Jaipongan sesungguhnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.

Sejarah
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.

Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.

Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.

Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).


Perkembangan Tari Jaipong
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.

Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).


Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.

Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.

Mari kita lestarikan budaya lokal dari ancaman kaum penyeragam!

Mari mengenal Angklung - alat musik khas Sunda

Dalam rumpun kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian yang disebut angklung dan calung. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu berwarna putih). Purwa rupa alat musik angklung dan calung mirip sama; tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk wilahan (batangan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.

Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung dan calung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).

Perenungan masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian (tatanen) terutama di sawah dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya nyinglar (tolak bala) agar cocok tanam mereka tidak mengundang malapetaka, baik gangguan hama maupun bencana alam lainnya. Syair lagu buhun untuk menghormati Nyi Sri Pohaci tersebut misalnya:

Si Oyong-oyong
Sawahe si waru doyong
Sawahe ujuring eler
Sawahe ujuring etan
Solasi suling dami
Menyan putih pengundang dewa
Dewa-dewa widadari
Panurunan si patang puluh

Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung dan calung. Perkembangan selanjutnya dalam permainan Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari) yang ritmis (ber-wirahma) dengan pola dan aturan-aturan tertentu sesuai dengan kebutuhan upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke lumbung (ngampih pare, nginebkeun), juga pada saat-saat mitembeyan, mengawali menanam padi yang di sebagian tempat di Jawa Barat disebut ngaseuk. 


Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung dan calung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.


http://cianjurtiger.goodforum.net/cianjur-tiger-club-f1/mari-mengenal-angklung-alat-musik-khas-jawa-barat-t70.htm

Selasa, 01 Maret 2011

Makanan dan Minuman Khas Cirebon


1. Empal Gentong
Empal Gentong adalah
makanan khas Cirebon sejenis soto. Cara makannya pun tak jauh beda dengan soto, yakni dimakan campur dengan lontong atau nasi. Yang membedakan dengan jenis soto lain adalah alat masaknya yang unik, yakni menggunakan gentong. Selain itu, makanan ini dimasak dengan kayu bakar sebagai bahan bakarnya. Selain alat memasaknya yang khas, empal gentong juga memiliki sambal yang punya cita rasa tersendiri. Sambal yang super pedas dan berbahan dasar cabe rawit yang dikeringkan ini membuat rasa maupun aromanya benar-benar khas dan menggugah selera makan. Empal ini berisi daging sapi, usus, dan babat disertai dengan kuah santan yang kental sehingga membuat aroma masakan semakin sedap. 


2. Nasi Lengko
Meski terdiri dari bahan yang sederhana, makanan ini mengandung banyak nutrisi yang sangat baik bagi tubuh. Makanan khas Cirebon ini terdiri dari campuran nasi dengan tahu, tempe, mentimun, tauge, dan daun kucai (seledri). Di atas campuran itu, ditaburi bawang goreng dan disiram bumbu kacang dan kecap. Menjadi lebih enak dimakan apabila dimakan beserta krupuk. Warung nasi lengko cukup tersebar di sekeliling kota Cirebon. Selain sederhana, harga nasi lengko juga terjangkau bagi masyarakat kelas bawah

3. Nasi Jamblang
Nasi jamblang adalah nasi khas Cirebon yang pulen dan dibungkus dengan rangkapan daun jati. Selain rasa nasinya yang enak (pulen), aromanya yang khas, dan bentuknya yang unik, juga kekhasan lain dari Nasi Jamblang ini adalah sambel merahnya yang dibungkus dengan takir kecil. Lauk pauk untuk nasi ini disediakan secara bermacam-macam, ada paru goreng, sate usus, ikan asin, telor dadar, telor ceplok, daging, tempe goreng, tahu goreng, tahu masak, hati goreng, rempela goring, perkedel, dan lain-lain. Jamblang adalah nama sebuah daerah di Kabupaten Cirebon asal mula nasi ini berasal.
4. Tahu Gejrot
Tahu Gejrot adalah tahu goreng yang dipotong-potong dan dimakan di dalam piring kecil yang terbuat dari tanah merah. Potongan tahu ini diberi bumbu gula merah, bawang merah, cabe, dan sari asam. Tahu gejrot dapat diperoleh di berbagai tempat di Kota dan Kabupaten Cirebon. Tahu gejrot kebanyakan dijual dengan cara dipinggul dan berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya. Tahu gejrot akan terasa lebih enak manakala dimakan pada saat cuaca sedang panas atau siang hari.

5. Bubur Sop
Bubur Sop adalah bubur yang disertai kol, daun bawang, tauco, disiram dengan kuah sop yang ditaburi daging ayam suwir-suwiran dan kerupuk. Bubur ini akan terasa sangat nikmat apabila kuah sop segar. Bubur Sop biasa dimakan sebagai sarapan pagi.

6. Sate Kalong
Meski namanya sate kalong, bukan berarti sate daging kalong, melainkan sate yang dijual menjelang maghrib dan satenya terbuat dari daging kerbau. Sate ini dipercaya masyarakat sebagai makanan untuk penambah stamina. 

7. Docang
Docang terbuat dari lontong yang dipadukan dengan daun singkong, toge, taburan kelapa parut, kerupuk, dan ditaburi dengan kuah yang terbuat dari dage/bumbu oncom. Dengan taburan kelapa parut asli, sayuran, dan kuah bening yang terbuat dari oncom, makanan ini terasa nikmat juga segar.
Makanan ini mudah dijumpai pada hampir setiap kecamatan di Cirebon.
8. Mie Koclok
Makanan ini terbuat dari mie yang ditaburi toge, kol, dan dipadukan telor ayam, daging dengan bumbu kuah santan. Makanan ini menjadi nikmat manakala dimakan pada malam hari.
9. Kerupuk Melarat
Kerupuk Melarat adalah kerupuk yang digoreng dengan pasir, bukan minyak. Biasanya krupuk ini berbentuk lebar tak beraturan dan berwarna-warni. Proses pembuatannya tidak beda dengan krupuk pada umumnya. Terbuat dari aci (tepung). Dinamakan krupuk melarat karena digoreng tidak dengan minyak, tetapi dengan pasir.
10. Kerupuk Lambak
Kerupuk yang berwarna coklat kehitaman (warna kulit) ini terbuat dari kulit kerbau pilihan. Kerupuk ini bentuknya besar-besar dan ukurannya lebar. Dengan warna yang alami membuat rasa krupuk lambak ini sangat gurih nan nikmat.
11. Terasi Udang
Sekilas terasi ini tampak sama dengan terasi-terasi lainnya. Kekhasan terasi udang Cirebon terletak dari bahan dasar pembuatannya, yakni dari rebon atau udang kecil-kecil yang berwarna merah. Terasi Cirebon disajikan dalam bentuk yang berbeda-beda, ada yang dibungkus dengan plastik, ada juga dengan daun pisang tua. Terasi yang dibungkus dengan daun pisang tua terasa lebih khas, terutama bau dan rasanya. Terasi ini biasanya bahan pokok untuk pembuatan sambal terasi. Terasi ini dapat dijumpai di beberapa daerah di Cirebon.

Minuman Khas Cirebon
1. Tjanpolay
Tjanpolay adalah minuman sirup yang disajikan dalam bentuk botol. Penyajiannya sama dengan bentuk sirup lainnya. Sirup Tjampolay memiliki cita rasa tersendiri. Sirup ini memiliki rasa yang beraneka ragam, ada rasa pisang susu, lici, jeruk nipis, melon, dan strauberi membuat rasa semakin nikmat. 

2. Teh Poci
Sekilas teh ini tidak berbeda dengan teh yang lain. Teh poci memiliki rasa yang sangat nikmat karena selain dari rasa teh yang alami, juga disuguhkan dengan menggunakan sejenis teko yang terbuat dari tanah liat (Poci), dan gula batu (bukan gula pasir). Teh ini sangat terasa nikmatnya manakala diminum pada pagi atau malam hari.

Jalan Braga - Bandung


Jalan Braga adalah nama sebuah jalan utama di kota Bandung, Indonesia. Nama jalan ini cukup dikenal sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda. Sampai saat ini nama jalan tersebut tetap dipertahankan sebagai salah satu maskot dan obyek wisata kota Bandung yang dahulu dikenal sebagai Parijs van Java.


Lingkungan

Di sisi kanan kiri Jalan Braga terdapat kompleks pertokoan yang memiliki arsitektur dan tata kota yang tetap mempertahankan ciri arsitektur lama pada masa Hindia Belanda. Tata letak pertokoan tersebut mengikuti model yang ada di Eropa sesuai dengan perkembangan kota Bandung pada masa itu (1920-1940-an) sebagai kota mode yang cukup termasyhur seperti halnya kota Paris pada saat itu. Di antara pertokoan tersebut yang masih mempertahankan ciri arsitektur lama adalah pertokoan Sarinah, Apotek Kimia Farma dan Gedung Merdeka (Gedung Asia Afrika yang dulunya adalah gedung Societeit Concordia). Model tata letak jalan dan gedung gedung pertokoan dan perkantoran yang berada di Jalan Braga juga terlihat pada model jalan-jalan lain di sekitar Jalan Braga seperti Jalan Suniaraja (dulu dikenal sebagai Jalan Parapatan Pompa) dan Jalan Pos Besar (Postweg)('sekarang Jalan Asia-Afrika') yang dibangun oleh Gubernur Jendral Herman Willem Daendels pada tahun 1811, di depan Gedung Merdeka.

Sejarah

Awalnya Jalan Braga adalah sebuah jalan kecil di depan pemukiman yang cukup sunyi sehingga dinamakan Jalan Culik karena cukup rawan, juga dikenal sebagai Jalan Pedati (Pedatiweg) pada tahun 1900-an. Jalan Braga menjadi ramai karena banyak usahawan-usahawan terutama berkebangsaan Belanda mendirikan toko-toko, bar dan tempat hiburan di kawasan itu seperti toko Onderling Belang. Kemudian pada dasawarsa 1920-1930-an muncul toko-toko dan butik (boutique) pakaian yang mengambil model di kota Paris, Perancis yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia. Dibangunnya gedung Societeit Concordia yang digunakan untuk pertemuan para warga Bandung khususnya kalangan tuan-tuan hartawan, Hotel Savoy Homann, gedung perkantoran dan lain-lain di beberapa blok di sekitar jalan ini juga meningkatkan kemasyhuran dan keramaian jalan ini.
Namun sisi buruknya adalah munculnya hiburan-hiburan malam dan kawasan lampu merah (kawasan remang-remang) di kawasan ini yang membuat Jalan Braga sangat dikenal turis. Dari sinilah istilah kota Bandung sebagai kota kembang mulai dikenal. Sehingga perhimpunan masyarakat warga Bandung saat itu membuat selebaran dan pengumuman agar "Para Tuan-tuan Turis sebaiknya tidak mengunjungi Bandung apabila tidak membawa istri atau meninggalkan istri di rumah".
Di beberapa daerah dan kota-kota yang berdiri serta berkembang pada masa Hindia Belanda, juga dikenal nama jalan-jalan yang dikenal seperti halnya Jalan Braga di Bandung seperti Jalan Kayoetangan di kota Malang yang juga cukup termasyhur dikalangan para Turis terutama dari negeri Belanda juga Jalan Malioboro di Yogyakarta dan beberapa ruas jalan di Jakarta. Namun sayangnya nama asli jalan ini tidak dipertahankan atau diubah dari nama sebelumnya yang dianggap populer seperti halnya Jalan Kayoetangan di kota Malang diganti menjadi Jalan Basuki Rahmat.

Jl. Tamim - Pusat Bahan Bahan Textil

Bandung - Selain sentra wisata kain Cigondewah, untuk yang ingin mendapatkan kain grosir atau eceran dengan harga murah, silahkan jalan-jalan ke Jalan Tamim, yang berada di selatan kawasan Pasar Baru Trade Center. Di sepanjang jalan ini, terdapat ratusan toko yang menjual berbagai jenis kain, dengan tawaran harga yang cukup enteng.

Usia Jalan Tamim sebagai pusat tekstil konon sudah puluhan tahun. Soewarto (65), bagian keamanan RW 01 Jalan Tamim, Kelurahan Kebon Jerok Kecamatan Andir mengatakan kemungkinan sebelum tahun 1960-an.

Dulu, Jalan Tamim atau Gang Tamim terkenal sebagai pusat penjualan jeans. Namun menurut Soewarto, para pedagang jeans kemudian pindah ke Cihampelas. Sehingga dominasi jeans menurun dan muncullah berbagai kenis kain baik katun, batik, sprei, handuk dan lain-lain.

Menurut Soewarto yang menjadi keamanan sejak tahun 1980 ini, hampir 80 persen pengusaha kain di kawasan ini adalah keturunan warga Tionghoa. Memang sudah cukup dikenal Kecamatan Andir, penduduknya didominasi keturunan Tionghoa.

"Kecamatan Andir memang terkenal karena penduduknya yang kebanyakan warga Tionghoa. Sebab dari dulu memang kawasan warga Tionghoa apalagi dekat dengan kawasan Pecinan," ujarnya.

Menurut Sowarto, ada sekitar 65 ruko, dan 30 toko kain. Namun biarpun ruko, biasanya pemiliknya tidak menjadikan sebagai rumah tinggal. Di samping itu, tersebar pula beberapa pedagang kaki lima, tukang jahit dan vermak pakaian.

Jika jeli memperhatikan, di Jalan ini ada sebuah toko milik keturunan Tionghoa yang konon paling lama berjualan di kawasan ini. Pemiliknya kakak beradik yang sudah berjualan turun temurun. Tidak seperti toko lainnya yang dibiarkan terbuka, toko ini selalu dibiarkan tertutup, hanya dibuka salah satu papan penutup toko yang memperlihatkan tumpukan kain di dalamnya.

Kedua pemilik toko yang sudah berusia lanjut tersebut memajang kain-kain gelondongannya di luar toko mereka. Harga kain bervariasi dari mulai Rp 6 ribu-Rp 11 ribu per meternya.

Kain-kain di kawasan ini adalah kain citarasa lokal. Sebab menurut Soewarto, para pemilik toko rata-rata juga memiliki pabrik garmen sendiri. Sehingga harganya pun tidak terlalu mahal apalagi jika beli secara grosir atau kiloan.

Uniknya, hampir separuh bangunan di kawasan ini adalah bangunan peninggalan zaman Belanda. Secara arsitektur saja bisa terlihat ciri khas bangunan Belanda. Meskipun hanya sedikit saja bangunan peninggalan bersejarah itu yang masih sesuai dengan aslinya. Kebanyakan bangunan tersebut sudah direnovasi dan diubah menjadi ruko.

Jadi selain belanja kain yang murah, di sini juga bisa sekaligus wisata heritage. Sekalian saja, keluar dari Jalan Tamim menuju ke arah Pasar Barat ada Toko Jamu Babah Kuya yang sudah berusia hampir setengah abad.

Beberapa meter dari Toko Jamu Babah Kuya akan ditemui penjual kopi jagung yang khas. Teruskan saja perjalanan menyusuri belakang Pasar Baru.

Selepas lelah berbelanja, luangkan waktu untuk menikmati segelas es goyobod, yang juga sudah berpuluh tahun lamanya berjualan di kawasan tersebut.


Selamat berjalan-jalan!.

Pasar Kosambi Surga Penganan Bandung

Sudah bukan rahasia lagi bila Bandung dikenal sebagai salah satu pusat wisata kuliner di tanah air. Setiap akhir pekan dan musim liburan para wisatawan terutama asal Betawi berbondong-bondong ke kota kembang untuk mengunjungi sejumlah factory outlet maupun distro pakaian. Dan tentu saja mereka tidak akan melewatkan berburu makanan dan penganan khas Bandung untuk dijadikan oleh-oleh.
Jika Anda berniat mencari penganan dan oleh-oleh khas Pasundan tentu banyak sekali tempat yang bisa dikunjungi, namun jika ingin mencari tempat yang memiliki beraneka jenis penganan Pasar Kosambi layak dikedepankan.



Di pasar yang terletak di Jl. Ahmad Yani ini Anda bisa leluasa memilih, pasalnya kios-kios yang menjual penganan dan oleh-oleh banyak sekali. Belum lagi pilihan kudapan di tempat ini beraneka ragam sehingga Anda tidak perlu khawatir akan membawa buah tangan yang itu-itu saja.
Pasar Kosambi tak hanya menyediakan penganan dan oleh-oleh khas Bandung, namun juga melingkupi kudapan khas Jawa Barat lainnya. Di sini misalnya Anda bisa membeli goreng oncom, goreng tempe, sale pisang aneka rasa, dodol Garut, wajit Cililin, tengteng, kremes, hingga opak Conggeang. Kue-kue kering maupun cemilan seperti pastel, kue keju, kacang Bandung, hingga bolu kering yang legendaris bisa diperoleh di Kosambi.
Harga penganan maupun oleh-oleh di tempat tersebut juga relatif terjangkau. Sebagian besar dijual pada kisaran 20 ribu – 40 ribu per Kg. Jika tidak ingin kebanyakan, setiap jenis bisa Anda beli cukup setengah Kg atau seperempat Kg saja.
Satu hal lagi yang bisa jadi pertimbangan untuk memilih tempat ini adalah soal kepadatan pengunjungnya. Dibandingkan Pasar Baru pengunjung di Pasar Kosambi relatif lebih sedikit. Sehingga Anda akan lebih leluasa dalam berbelanja. Namun hal tersebut tidak berlaku di bulan puasa. Menjelang lebaran pembeli di pasar ini pun turut melonjak, terutama oleh orang-orang yang tidak ingin repot membuat kue. Bermodalkan 100 ribu rupiah saja dijamin Anda akan bisa mendapat banyak jenis kue. Termasuk penganan yang unik atau jadul sekalipun.
Bahkan boleh jadi kakaren lebaran Anda tidak akan tersisa di rumah. Karena apa yang disajikan di rumah berbeda dengan sajian di banyak rumah yang melulu menyuguhkan kue-kue kering semacam kue nastar, kue putri salju, kue keju. Pengalaman saya tentang sajian kue lebaran unik menyisakan cerita semacam itu. Kakaren nyaris tidak tersisa.

Jadi mulai saat ini jika Anda berkunjung ke Bandung dan berniat mencari penganan dan oleh-oleh untuk keuarga, teman dan kerabat tidak perlu bingung. Pasar Kosambi bisa dijadikan pilihan. Hal ini tentu berlaku juga untuk orang Bandung yang bosan dengan jenis kudapan yang itu-itu saja. Penasaran? Silahkan kunjungi Kosambi. Letaknya sekitar 3 Km arah Timur Alun-alun Bandung. Jika Anda datang dari gerbang tol Pasteur selanjutnya bisa melewati jalan layang Paspati lalu turun di Taman Sari, selanjutnya ikuti Jl. Dago ke arah Merdeka, susuri Jl. Lembong, Veteran, Sunda, dan Ahmad Yani ke arah timur.  


Wisata Pemandian Air Panas (Cipanas) di kaki Gunung Galunggung Tasikmalaya

Berlokasi kurang lebih 17 km dari kota Tasikmalaya dengan koordinat geografis sekitar 7° 15? LS dan 108°03? BT. gunung Galunggung mempunyai ketinggian 2168 m di atas muka laut dan 1820 m diatas dataran Tasikmalaya. Gunung Galunggung menempati daerah seluas ±275 km2 dengan diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat berbatasan dengan G. Karasak, dibagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan tersier Pegunungan Selatan. Secara umum, G. Galunggung dibagi dalam tiga satuan morfologi, yaitu: Kerucut Gunung Api, Kaldera, dan Perbukitan Sepuluh Ribu. Berikut adalah foto-fota kawah gunung Galunggung:
Untuk mencapai kawah Galungggung tdk terlalu sulit, dari tepi jalan Bandung-Tasikmalaya tepatnya di kawasan Indihiang belok kanan kearah selatan, menempuh 15km jalan desa yg agak sempit bercabang-cabang tanpa plang penunjuk jalan yg jelas, cukup membingungkan pada awalnya, jadi harus sering bertanya. Juga akan sering berpapasan dgn truk pasir yg kadangkala salah satu kendaraan harus mundur krn di bbrp bagian jalan dan belokan yg sempit. Sekitar 3km sebelum mencapai puncak gunung terdapat pemandian air panas (cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang, kamar mandi dan bak rendam air panas
.
Yang agak sulit adalah apabila kita ingin melihat kawah secara langsung maka kita harus menaiki terlebih dahulu 620 buah tangga… lumayan… cape deeehhh….bisa dilihat pada plang-nya:
SELAMAT DATANG DI KAWASAN WISATA KAWAH GALUNGGUNG – 620 ANAK TANGGA – SELAMAT MENCOBA :)
Waktu naiik tangga, Saya kalah sama anak saya yg masih kecil, maklumlah udah lama nga olah raga… :)
Wisata ke pemandian air panas cukup murah meriah, apalagi buat PNS seperti saya nih, pertama masuk hanya bayar per orang Rp. 5000,- kemudian parkir Rp. 2.000,-, murahkan!?… MAU?! Cerita dan foto-foto tentang pemandian air panas (cipanas) dapat dibaca di read more…
Pemandian air panas (cipanas) gunung Galunggung memiliki luas sekitar 3 hektar, dengan fasilitas 3 kolam dan beberapa ruangan untuk berendam, untuk berendam kita dikenakan biaya lagi yaitu Rp. 3000,- dengan rekomendasi dari dinas kesehatan tasikmalaya sebaiknya berendam tidak lebih dari 15 menit, karena pada kolam khusus dalam ruangan tersebut airnya memang relatif lebih panas (mungkin karena langsung dari pancuran kawahnya) dibanding dengan pada kolam besar
Foto Ruangan untuk berendam dan tiga kolam besar yang ada di cipanas.


Asyik-nya berenang rame-rame dengan keluarga.

MASJID CIPARI, MIRIP GEREJA BERLANGGAM "ART DECO"

SIAPA bakal menyangka bangunan ini adalah masjid. Tanpa menyelidikinya lebih jauh, penampilannya akan membuat kita langsung bisa mengira bahwa bangunan ini adalah gereja. Apalagi ditambah dengan langgam art deco yang dimilikinya, penampilan masjid ini menjadi sungguh istimewa.

INILAH sebuah masjid bersejarah di kawasan pesantren kuno di Desa Cipari, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Masjid dan pesantren yang dapat dimasuki dari jalan utama desa ini juga diberi nama sesuai dengan nama desanya, Cipari. Meskipun letaknya agak terpencil, masjid dan pesantren itu kini cukup terkenal di Kota Garut.

Yang membuat Masjid Cipari sangat mirip dengan gereja adalah selain bentuk massa bangunannya yang memanjang dengan pintu utama persis di tengah-tengah tampak muka bangunan, juga keberadaan menaranya yang terletak di ujung bangunan persis di atas pintu utama. Posisi menara dan pintu utama telah menjadikan bangunan ini tampil tepat simetris dari tampak luar. Dari bentuk dan posisi menara dan pintu utama tersebut, bangunan ini jelas mengingatkan kita pada bentuk bangunan-bangunan gereja. 





Jika kita memasuki bangunannya, yang memberi penanda bahwa bangunan ini masjid hanyalah keberadaan ruang mihrab berupa penampil yang menempel di dinding arah kiblat. Sementara, ruang shalatnya pun lebih mirip ruang kelas yang dapat dimasuki dari pintu di sebelah utara dan selatan atau dari pintu timur yang terletak di antara ruang naik tangga.

Boleh jadi, inilah salah satu masjid yang mempunyai bentuk paling lain dari yang lain di Indonesia. Bangunan masjid ini bagaimanapun jelas telah memberi dan menambah khazanah keragaman arsitektur masjid di negeri kita. Mungkin dari seluruh wilayah di Indonesia hanya Masjid Cipari dan Masjid Somobito di Mojowarno, Mojokerto, Jawa Timur, yang juga memiliki bentuk mirip gereja seperti ini.

Bedanya, di tempat Masjid Somobito berada, mayoritas penduduknya beragama Kristen, tetapi Masjid Cipari ini berada di tengah-tengah pesantren kuno yang telah berdiri sejak tahun 1933 dan penduduk desa hampir seluruhnya umat Islam sejak masjid didirikan.

***

YANG juga menjadikan Masjid Cipari istimewa adalah adanya langgam art deco pada bangunan. Sejauh ini hampir tidak pernah dijumpai masjid kuno yang menggunakan langgam seperti itu di seluruh wilayah di Indonesia. Selain itu, langgam art deco ini berada pada bangunan di pelosok desa Cipari, Garut, ini.

Lain halnya bila langgam seperti ini marak di kota-kota di Jawa, seperti Surabaya, Semarang, dan terutama Bandung. Bahkan Kota Bandung sempat dijuluki sebagai surga bangunan bergaya art deco.

Memang, apabila kita berjalan ke berbagai daerah hingga ke pelosok wilayah negeri, sebenarnya kita akan menjumpai banyak hal baru dan menarik yang masih dapat disaksikan dari sisa obyek peninggalan masa lalu, termasuk arsitektur yang anggun dan mengesankan. Kita dan masyarakat secara umum sering kurang mengetahui adanya warisan peninggalan budaya yang unik tersebut. Hal ini disebabkan minimnya proyek pendokumentasian, selain kurangnya informasi dan publikasi yang berkaitan dengan obyek warisan budaya menarik tersebut.


Sejarawan arsitektur John Nankivell saat berkunjung ke Kota Gede, Lawang, Malang, dan Pasuruan di Jawa Timur, sempat terbelalak menikmati pesona arsitektur yang langka. Ini karena adanya berbagai gaya atau langgam seni arsitektur Barat atau Eropa yang justru banyak ditemui di kota-kota pedalaman, seperti Lawang dan Kota Gede tersebut. Yang paling menarik adalah temuan bangunan yang juga berhiaskan elemen-elemen art nouveau dan art deco.

Langgam art deco sering disebut sebagai "Style Moderne" yang merupakan gaya desain yang populer selama kurun waktu tahun 1920-an hingga 1930-an. Karena merupakan langgam seni rupa yang pernah melanda dunia di tahun 1920-an, maka art deco sering kali juga disebut The Decorative Twenties (John Nankivell, Art Nouveau and Art Deco in Java, 1977).

Pada Masjid Cipari, langgam art deco sebagaimana dicirikan dengan bentuk geometris, terlihat jelas pada pengolahan fasadnya. Pola-pola dekorasi geometris yang berulang di atas material batu kali memperlihatkan dengan jelas langgam ini. Selain itu, garis horizontal yang halus pada sisi samping kanan maupun kiri juga mencirikan langgam yang sama. Bentuk menara dan atapnya yang menyerupai kubah dengan beberapa elemen dekorasi pada bagian samping maupun puncaknya juga mengingatkan pada langgam ini.

Menara masjid berketinggian lebih kurang 20 meter ini menarik perhatian setiap pengamat, bahkan seperti menjadi eye catcher pada bangunan masjid. Mungkin sekadar simbol untuk menandai bahwa bangunan ini bukan gereja melainkan masjid, maka diletakkanlah bulan sabit di ujung menara. Terdapat beberapa lantai pada interiornya, dengan lantai teratas merupakan ruangan sempit berlantai pelat baja yang dikelilingi semacam balkon kecil yang juga dari pelat baja.

Aspek menarik lain pada penampilan luarnya adalah bukaan-bukaan masjid yang tidak diolah sebagaimana pintu masuk masjid pada umumnya. Selain tata letak pintu masuk utama yang mengingatkan pada bangunan gereja kolonial tersebut adalah komposisi pintu dan jendela di sisi samping bangunan yang lebih terlihat seperti pintu masuk dan jendela-jendela ruang kelas/sekolah atau bangunan kantor pada masa kolonial.


***

SEJARAH bangunan masjid yang konon biaya pembangunannya berasal dari gotong royong keluarga pesantren, santri, dan masyarakat tersebut juga menjadi aspek menarik tersendiri. Masjid ini sebenarnya telah berdiri sejak tahun 1895, tetapi dalam kondisi masih sangat sederhana. Sejak awalnya masjid ini telah berada di dalam kompleks pesantren dan dikelilingi hanya sekitar 20 rumah penduduk.

Lalu pada tahun 1933, KH Harmaen sebagai pendiri pesantren meninggal dunia dan kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh KH Yusuf Tauziri. Saat dipimpin KH Yusuf Tauziri, masjid dibangun dan diperluas seiring dengan kemajuan pesat yang dialami pesantren. Bentuk masjid yang dibangun pada saat itulah sebagaimana apa yang bisa kita lihat sekarang. Pembangunannya selesai pada tahun 1935 dengan luas bangunan lebih kurang 75 x 30 meter.

Sebagai catatan, kemajuan pesantren saat itu juga ditunjang oleh dihapuskannya ordonansi sekolah luar oleh pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 13 Februari 1932 akibat penentangan berbagai organisasi nasional dan Islam, seperti Budi Utomo, Muhammadiyah, PNI, PSII, dan lain-lain. Perluasan masjid ini memiliki kaitan erat dengan situasi pergerakan nasional tersebut karena pimpinan pesantren kebetulan juga seorang ketua PSII cabang Wanaraja.

Meski arsitek bangunan masjid hingga saat ini belum dapat diketahui secara pasti, masjid dan pesantren ini jelas memiliki peran dalam perjuangan rakyat Indonesia pada masa kemerdekaan. Para santri selain belajar ilmu agama juga dididik sebagai pejuang. Ini tak lepas dari keberadaan masjid dan pesantren sebagai salah satu pesantren dari organisasi perjuangan Syarikat Islam.

Bahkan, masjid juga telah menjadi saksi sejarah di masa kemerdekaan, di mana ia pernah menjadi tempat pengungsian rakyat sekitarnya ketika perang kemerdekaan. Bahkan, menurut cerita setempat, pernah diserbu oleh pasukan DI/TII sebanyak 52 kali. Namun, barangkali karena tebal dindingnya yang lebih dari 40 sentimeter, masjid hingga kini masih tegak berdiri dengan kokoh.


 Penulis :: Bambang Setia Budi





















AIR SUNGAI DI KOTA BANDUNG MEMBAHAYAKAN

Kondisi air sungai yang ada di Kota Bandung ternyata sudah berada dalam kondisi kritis dan sangat membahayakan. Sungai-sungai di Kota Bandung ternyata sudah terkontaminasi oleh bahan-bahan pencemar seperti busa deterjen, BOD, COD, arsenikum dan sianida yang sudah melewati ambang batas maksimal.
Hal tersebut merupakan temuan Jaringan Relawan Independen (JARI) setelah melakukan penelitian terhadap kondisi air yang ada di beberapa sungai dalam Kota Bandung.
Sedangkan Tim dari Pusat Penelitian Sumber Daya Air Departemen Pemukiman Prasarana Wilayah (Kimpraswil) yang meneliti Sungai Citarum, mendapatkan temuan yang tidak jauh berbeda dengan hasil Temuan JARI.
Menurut Tim tersebut, Sungai Citarum juga mengalami penurunan kualitas secara drastis karena dijadikan tempat pembuangan limbah industri maupun domestik, sehingga sering menimbulkan masalah bagi lingkungan disekitarnya.
Karenanya kita sangat prihatin, dimana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung selain mendapatkan pasokan air dari sumur-sumur bersih juga memanfaatkan air permukaan atau sungai yang sudah tercemar tadi.

Dengan asumsi beberapa bahan kontaminan yang mencemari air sungai tidak mengalami penguraian, berarti sekitar 25,9% penduduk kota Bandung yang menjadi konsumen PDAM terancam langsung oleh Bahan-bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Selain itu, masyarakat pengguna air bersih yang tidak terlindungi sekitar 35,5% dari seluruh penduduk Kota Bandung, karenanya mereka terancam pula.

Hal ini diakibatkan oleh meresapnya air sungai yang terkontaminasi tadi ke dalam tanah dan akhirnya berkumpul menjadi air sumur gali dan pompa dangkal. Penduduk yang menggunakan air dari sarana yang tidak terlindungi tersebut jumlahnya sekitar 33,4%, mereka juga sama terancamnya.
Pada dasarnya, pencemaran air sungai Citarum tidak memberi dampak langsung pada penduduk Kota Bandung. Hal ini dikarenakan PDAM tidak menggunakan air sungai tersebut sebagai pasokan.

Akan tetapi, bahayanya akan dirasakan oleh penduduk yang ada di bagian hilirnya, seperti daerah Purwakarta, Karawang dan DKI Jakarta.
Apa yang terjadi di Kota Bandung dan sungai Citarum, sebenarnya hanya sebagian kecil saja dari sekian masalah serupa di daerah lainnya.

Sebagian besar masyarakat di berbagai belahan dunia kini tengah dilanda keprihatinan menyangkut ketersediaan air bersih. Sumber-sumber air di satu sisi kian menipis dan langka, sedangkan di sisi lainnya sumber air yang ada sudah semakin tercemar.

Airpun kini semakin sulit didapat. Kalaupun ada, untuk mendapatkannya kita harus membayar mahal.
Krisis air bersih sebagai dampak pencemaran lingkungan sebetulnya akibat ulah manusia sendiri. Sebagai pemain utama kehidupan, seringkali manusia bertindak serta bersikap tidak sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku di alam, yakni perlunya suatu asas keseimbangan dan harmoni.
Disamping serakah, manusia menggunakan air secara semena-mena dan tidak terkendali dengan tanpa memperhatikan ketersediaan sumbernya. Manusia juga sering melakukan tindakan-tindakan yang buruk, seperti membuang limbah sembarangan, dan rendahnya apresiasi terhadap air bersih, dan masalah sanitasi.
Dalam batas-batas tertentu, alam memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya melalui siklus geobiokimia. Bila batas-batas tersebut terlampaui, alam tak akan mampu untuk memperbaiki dirinya, sehingga terjadilah yang disebut pencemaran.

Sebetulnya, lewat kemampuan teknologi yang dimilikinya, manusia bisa mengolah air tercemar menjadi air yang secara kualitas layak dikonsumsi. Tetapi dalam hal ini yang perlu diperhitungkan adalah bahwa biayanya sangat mahal dan masih ada bahan-bahan kontaminan yang masih sulit diurai, sehingga masih berbahaya bagi manusia, demikian menurut Prof. Dr. Juli Soemirat.
Karenanya perlu dibangun gerakan sadar lingkungan, khususnya menyangkut air bersih. Masyarakat juga harus disadarkan, dididik, dan dibiasakan bahwa hak mendapatkan air bersih merupakan hak dasar semua orang.

Kelangkaan air bersih merupakan salah satu bentuk kekerasan dan perampasan hak-hak asasi kehidupan.
* Sumber: Pikiran Rakyat, 23 Nopember 2000

Senin, 28 Februari 2011

Gunung Sunda


Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter. Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17oC pada siang hari dan 2 oC pada malam hari.

Gunung Tangkuban Parahu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.

Sangkuriang

Asal-usul Gunung Tangkuban Parahu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang, yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi. Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat perahu dalam semalam. Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu, sehingga mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Parahu.

Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Diantara tanda gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunung nya diantaranya adalah di kasawan Ciater, Subang.

Keberadaan gunung ini serta bentuk topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga (kawah) besar yang kini merupakan kawasan Bandung. Diyakini oleh para ahli geologi bahwa kawasan dataran tinggi Bandung dengan ketinggian kurang lebih 709 m diatas permukaan laut merupakan sisa dari letusan gunung api purba yang dikenal sebagai Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa Gunung Sunda purba yang masih aktif. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada Gunung Krakatau di Selat Sunda dan kawasan Ngorongoro di Tanzania, Afrika. Sehingga legenda Sangkuriang yang merupakan cerita masyarakat kawasan itu diyakini merupakan sebuah dokumentasi masyarakat kawasan Gunung sunda purba terhadap peristiwa pada saat itu.

Sumber: Wikipedia Indonesia.

Seni Bandung - Rumentang Siang Jadi Saksi



Sejarah  ::

Hujah yang turun-menerus pa-da malam2 terakhlr pagelaran ternyata bukanlah merupakan hambatan bagi penonton. Gedung Kesenian "Rumentang Slang" yang berkapasitas terbatas itu senantiasa penuh pengunjung. Bahkan meluap. Hal itu membuk-tikan betapa sungguh kita semua butuh akan hlburan bermutu.
Kesenian 2 yang ditampilkan dalam rangkaian pagelaran peres-mian "Rumentang Slang", secara umum tldaklah mengecewakan. Bahkan memuaskan. Selain varia-tlf, juga cukup dapat mewakill warna2 kesenlan yang hldup dl kawasan Jawa Barat. Selama tujuh malam pagelaran hampir setiap kegiatan kesenlan memperoleh porsinya. Dari mulai kegiatan kesenian anak-anak hlngga remaja dan dewasa, dari mulai group2 kesenian yang amatir, yang bersi-fat study hingga yang benar2 profesional. Leblh dari itu dapat lah dikatakan bahwa pagelaran2 yang diselenggarakan dalam rang­kaian Peresmian "Rumentang Siang" dapat memenuhi hampir setiap tingkat apresiasi-kesenian yang ada dalam masyarakat dari mulai yang ala kadarnya hingga yang tinggi.
Pagelaran peresmian Gedung Kesenian "Rumentang Siang" di mulai dengan pertunjukan Topeng Banjet dari Kabupaten Karawang pimpinan All Saban, pada tanggal 10 Januari, beberapa saat setelah gedung itu diresmikan oleh Gu-bernur Solihin. Dengan segala keasllannya, Banjet Karawang me nampllkan dlri. Lineah dan kocak disertai goyang pinggulnya yang speslfik. ] Beberapa i orang mung-kin beranggapan bahwa Topeng Banjet Karawang itu kasar, ba-rangkall dalam dialog. Tetapi itulah clri Karawang. Dengan pengarahan dan tetek-bengek ke-tentuan moral dari penyelenggara. Topeng Banjet dari Karawang justru akan merasa terikat dan akibatnya ia akan kehilangan clrinya yang khas.
Kecuall untuk beberapa hal yang berslfat teknls-kecll, penye­lenggara tidak terlampau banyak turut campur. Dan hal itu membe-rikan keleluasaan kepada rom-bongan ethnis dari Kabupaten Karawang untuk ' menampilkan dlri seutuhnya tanpa ikatan keten-tuan apapun. Ternyata dengan begitu memang bermutu dan menghibur.
"Perang Bubat" muncul pada malam kedua. Hal yang baru pada penampilan sandiwara itu ialah bergabungnya dua kelompok ke­senian yang hidup di Jawa Barat.
Kesenian Sunda di satu pihak dan kesenian Jawa pada fihak lain. Sandiwara "Perang Bubat" yang merupakan garapan bersama anta-ra perkumpulan sandiwara "Sri Mukti" dengan Ketoprak "Kota Kembang" dan Wayang Orang "Ngesti Utomo" tidaklah bertele-tele seperti kebiasaan pertuhjuk-an2 sandiwara pada tahun2 ter akhir. Kebutuhan akan tata-pang-gung yang "rongkah"-pun yang biasanya merupakah hal yang mutlak adany a dalam setiap page­laran sandiwara (rakyat) ternyata telah blsa mereka tinggalkan tan-Pa mengganggu pagelaran secara serius. Penyesuaian pentas dari '.. "kebiasaan pemanggungan mere­ka sehari-hari ke atas panggung sebuah gedung kesenian telah mereka lakukan dengan balk. Kesederhanaan yang demikian te­lah membantu berkembiingnya imajinasi para penonton secara lebih leluasa. '
Kelemahan yang nampak ada lah "terkalahkan"-nya rombongan Sandiwara Sunda oleh rombongan Sandiwara Jawa dalam kemampu an individuil para pemain. Peme;-ran2tokoh Majapahit secara kons-tan dapat memelihara sikap serta karakterisasinya disertai dialog2 yang tetap mantap. Perhitungan kostumpun memperlihatkan ke unggulan rombongan sandiwara Jawa. Perbedaan itu menyebab kan tidak sinkronnya perpaduan antara keduanya.
Keutuhan sebuah pagelaran tentu saja bukan hanya terletak pada keutuhan masing2 fihak yang antagonistis, apalagi yang satu lebih lemah dari yang lain, tetapi haruslah diciptakan secara kompak. Di sini faktor sutradara sangatlah menentukan. la tidak boleh "memihak". la harus mam-pu memadukan secara sinkron ke dua fihak yang1 antagonistis itu hingga melahirkan satu wangun pagelaran yang utuh dan padu secara keseluruhan.
Matam pagelaran ketiga di "Rumentang Slang" menampilkan kegiatan remaja. Group Teater Remaja Bandung menyuguhkan sebuah drama modern "Tersiar nya Khabar" karya Lady Gregory dan rombongan "Gang Arts Group" menghidangkan beberapa buah lagu rakyat.
Dalam "Tersiarnya Khabar" ide pokok sutradara (Adjat Sudra-djat) tidaklah mengecewakan. Sa-yang sekali ide itu tidak dikem-bangkan ke arah pemeliharaan dan peningkatan kemampuan individuil tiap pemain.
Sementara itu "Gang Arts Group" tidak memperlihatkan ke-lebihan apa2 kecuali kemiskinan penggarapan. Tetapi bagai-manapun pagelaran malam ketiga dalam rangkaian peresmian Ge­dung Kesenian "Rumentang Si­ang" itu memang mengandung hikmah. Setidak-tidaknya mem­ber! dorongan kepada kita untuk terus membantu pemeliharaandan pengembangan kegiatan kesenian di kalangan remaja, di samping berusaha menyuguhkan hiburan sehat dan bermutu kepada pen on­to^ di kalangan remaja itu sendiri.
Malam pertunjukkan paling pendek khabarnya berlangsung pada malam ke empat dengan suguhan variety-show anak-anak Sekolah Dasar dari Kotamadya Bogor <di bawah judul "Di Desa". Satu-satunya r Pertunjukan yang tidak sempat saya saksikan sendiri. Rombongan Kesenian anak2 SD Kotamadya Bogor itu adalah salah satu pemenang pada Pekan Keseni­an Sekolah Dasar (PKSD) Jawa Barat 19 74.
Esok malamnya, kemball rom­bongan sandiwara (rakyat) mem­peroleh perhatlan penyelenggara untuk disuguhkart Lingkurig Seni "Purwasetra" di bawah penga­rahan Moh, Baun Gazali tampil dengan ceritera "Pahlawan Geger
Malela". Pengalaman berpentas "Purwasetra" selama tahun2 ter­akhlr terutama dalam pertun-ukkan kelilingnya pada hampir di seluruh kota di Jawa Barat (me-ngemban missi Rakgantang dan Keluarga Berencana) membuatnya menjadi sebuah group sandiwara yang fleksibel dengan "keleblhan" teknis pentas terutama dalam memainkan tata-lampu. Bagi pe-nonton2 awam kelebihan teknis seperti itu tentu saja mentak-jubkan.
SETELAH jedah dua malam, pagelaran kesenian dalam rang­kaian acara peresmian Gedung Kesenian "Rumentang Siang" di-lanjutkan kembali pada tanggal 17 Januari dengan pagelaran Tarling oleh "Putra Sangkala" dari Kota­madya Cirebon dan pagelaran dramaswara "Nyai Dasimah" oleh Rombongan Kesenian "Ganda Me-kar" pimpinan Ma:ig Koko.
Pagelaran Tarling "Putra Sang­kala" malam itu tidaklah sedinamis seperti biasanya. Ceritera yang dipilihnyapun bukanlah ceritera yang "istimewa". Makin terasa bahwa ceritera2 yang melo-dramatis senantiasa lebih cocok ditampilkan oleh Tarling dari pada jenis ceritera lainnya. Agaknya Ajib memang kekurangan waktu dan penggarapa'n yang matang.
Tentang "Nyai Dasimah" karya "Ganda Mekar" yang eksperi-mentil itu ternyata masih terasa tersendat-sendat dalam penam-pilannya. Image kita terhadap karya2 Mang Koko terdahulu seperti Gending Karesmen "Si Kabayan" misalnya, tidak tertan-dingi oleh "Nyai Dasimah". Terasa penat ketika kila menyaksi-kannya. Logat Betawi dengan iringan karawitan Sunda yang dipadu oleh "Ganda Mckar" dalam "Nyai Dasimah", malam itu me-mancing terpecahnya perhatian penonton. Namun bagaimanapun cksperlmen2 harus tetap dilakukan oleh group kesenian yang tidak ingin statis. "Ganda Mekar" dan Mang Koko telah melakukan hal itu. Karcnanya harus terus dikem-bangkan sepanjang "Ganda Me­kar" yakin bahwa eksperimcn itu beranjak dari titik pembe-rangkatan yang benar dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Sendratari "Ramayana" karya Rombongan Tari "Bale Bandung" pimpinan Abdul Kodir Ilyas yang dipentaskan pada tanggal 18 Ja­nuari, memang sudah tercetak seperti itu. Tetapi dukungan kara­witan dalam menciptakan suasana yang dikehendaki oleh pagelaran, pada pertunjukan malam itu ti­daklah berhasil benar.
Malam terakhir rangkaian aca­ra peresmian "Rumentang Siang" diisi dengan pagelaran Topeng Cisalak dari Kabupaten Bogor dan Gending Karesmen "Prabu Anom Kean Santang" oleh Lingkung
Seni "Dewi Prarhanik" pimpinan Gumbira Tirasondjaja.
Dalam bentuk, Topeng Cisalak tidaklah berbeda terlampau jauh dengan Topeng Banjet dari Kara­wang. Kalau Topeng Banjet dari Kabupaten Karawang mempergu-nakan bahasa Sunda, maka To­peng Cisalak Kabupaten Bogor mempergunakan bahasa Melayu pasar. Tetapi dalam hal nayaga, Topeng Banjet dari Karawang memang lebih dinamis.
Pagelaran penutup adalah Gen­ding Karesmen "Kean Santang". Sungguh betapa nyamannya kita mendengar alunan tembang Euis Komariah dan kawan2 Kwa vocal, "Dewi Pramanik" memang memi-iiki kemampuan tersendiri. Tetapi sinkronisasi antara vocalis dengan pelaku masih terasa belum padu. Andaikata para pemain mampu menembang sendiri, pertunjukan malam itu tentu akan lebih berhasil. Pemisahan, justru me nyulitkan sinkronisasi. Untuk mencapai perpaduan yang utuh perlu kematangan latihan.
Kelemahan yang nampak pada "Kean Santang" terletak pada kemampuan pemain yang belum berhasil secara sempurna dalam berusaha mengekspresikan ide su­tradara.
Demikianlah. "Rumentang Si­ang" telah diresmikan. Penyem-purnaannya akan terus dilaksana
kan dengan melalui tahapan per-baikan tingkat kedua. Sementara itu adalah merupakan kewajiban kita bersama untuk memelihara dan mengisinya dengan jaenam-pilan karya2 seni yang selektif dan dapat mencerminkan kekaya-an dan keanekaragaman kegiatan seni-budaya Jawa Barat

Kota Bandung dikenal sebagai kota fashion, musik juga seni. Sudah tak terhitung banyak nya seniman yang besar dan lahir di kota Bandung ini, harry roesli, doel sumbang, mang udjo, asep sunandar sunarya dan banyak seniman lain yang besar juga membesarkan namanya di kota Bandung. Jika membicarakan soal seni di kota Bandung maka tidak akan lepas dari “rumentang siang” ya gedung seni yang sering di jadikan “kojo” untuk pageralan atau helaran seni dan budaya di kota Bandung ini.
Gedung yang terletak di kosambi jln. Baranang siang ini sudah berdiri sejak tahun 30’an, awal nya gedung tersebut merupakan gedung pementasan film atau yang lebih kita kenal sebagai “bioskop” yang bernama Rivoli theater. Tepat nya pada tahun 60’an gedung tersebut menjadi milik Pemda setempat dan kemudian berganti nama menjadi “rumentang siang” selain berganti nama berganti pula fungsi, yang semula biasa dipakai untuk memutar film menjadi tempat pementasan seni. Banyak sekali macam-macam kesenian yang pernah di pentaskan di gedung ini seperti musik,tari bahkan theater dan kesenian budaya budaya sunda.
Rumentang siang berperan besar dalam membesarkan nama Bandung sebagai kota seni. Sudah beberapa tahun belakangan ini sekolah Smp dan Sma di kota Bandung mempunyai esktra kulikuler seni sendiri seperti kabaret dan theater yang bahkan beberapa sudah mandiri tampa bantuan dana dari pihak sekolah. Pertama tama pentas di sekolah mempertunjukan aksi mereka di depan teman-teman dan guru-guru yang terus berkembang hingga dikenal sampai di luar sekolah. Hal tersebut di karenakan gedung Rumentang siang berperan sebagai fasilitas mereka dalam mementaskan aksinya untuk umum, sehingga keberlangsungan theater dan cabaret di sekolah mereka berjalan continue dan berkembang. Dengan ini gedung rumenatng siang perlu dijaga dan diperhatikan oleh warga Bandung khusus nya Pemkot Bandung sendiri. Kalau dilihat langsung keadaan gedung Rumentang siang sangat memprihatin kan, selain kondisinya yang kurang terawat juga karema letak nya yang berada di tengah kondisi kepadatan kota yang sembraut. Mudah-mudahan banyak dari kita tersadar untuk menyadari pentingnya menjaga gedung rumentang siang yang merupakan sejarah budaya, baik merawat fisik dari gedung atau membangun lingkungan yang nyaman di sekitar gedung rumentang siang.

Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu


Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.
Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datang seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi harus menikahi Anjing tersebut.
Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring se lalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa.
Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayanng Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.
Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah: Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.
Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.

Sumber: www.bapusda.com

 
ProgramerArif Tirtana | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys