Selasa, 01 Maret 2011

AIR SUNGAI DI KOTA BANDUNG MEMBAHAYAKAN

Kondisi air sungai yang ada di Kota Bandung ternyata sudah berada dalam kondisi kritis dan sangat membahayakan. Sungai-sungai di Kota Bandung ternyata sudah terkontaminasi oleh bahan-bahan pencemar seperti busa deterjen, BOD, COD, arsenikum dan sianida yang sudah melewati ambang batas maksimal.
Hal tersebut merupakan temuan Jaringan Relawan Independen (JARI) setelah melakukan penelitian terhadap kondisi air yang ada di beberapa sungai dalam Kota Bandung.
Sedangkan Tim dari Pusat Penelitian Sumber Daya Air Departemen Pemukiman Prasarana Wilayah (Kimpraswil) yang meneliti Sungai Citarum, mendapatkan temuan yang tidak jauh berbeda dengan hasil Temuan JARI.
Menurut Tim tersebut, Sungai Citarum juga mengalami penurunan kualitas secara drastis karena dijadikan tempat pembuangan limbah industri maupun domestik, sehingga sering menimbulkan masalah bagi lingkungan disekitarnya.
Karenanya kita sangat prihatin, dimana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung selain mendapatkan pasokan air dari sumur-sumur bersih juga memanfaatkan air permukaan atau sungai yang sudah tercemar tadi.

Dengan asumsi beberapa bahan kontaminan yang mencemari air sungai tidak mengalami penguraian, berarti sekitar 25,9% penduduk kota Bandung yang menjadi konsumen PDAM terancam langsung oleh Bahan-bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Selain itu, masyarakat pengguna air bersih yang tidak terlindungi sekitar 35,5% dari seluruh penduduk Kota Bandung, karenanya mereka terancam pula.

Hal ini diakibatkan oleh meresapnya air sungai yang terkontaminasi tadi ke dalam tanah dan akhirnya berkumpul menjadi air sumur gali dan pompa dangkal. Penduduk yang menggunakan air dari sarana yang tidak terlindungi tersebut jumlahnya sekitar 33,4%, mereka juga sama terancamnya.
Pada dasarnya, pencemaran air sungai Citarum tidak memberi dampak langsung pada penduduk Kota Bandung. Hal ini dikarenakan PDAM tidak menggunakan air sungai tersebut sebagai pasokan.

Akan tetapi, bahayanya akan dirasakan oleh penduduk yang ada di bagian hilirnya, seperti daerah Purwakarta, Karawang dan DKI Jakarta.
Apa yang terjadi di Kota Bandung dan sungai Citarum, sebenarnya hanya sebagian kecil saja dari sekian masalah serupa di daerah lainnya.

Sebagian besar masyarakat di berbagai belahan dunia kini tengah dilanda keprihatinan menyangkut ketersediaan air bersih. Sumber-sumber air di satu sisi kian menipis dan langka, sedangkan di sisi lainnya sumber air yang ada sudah semakin tercemar.

Airpun kini semakin sulit didapat. Kalaupun ada, untuk mendapatkannya kita harus membayar mahal.
Krisis air bersih sebagai dampak pencemaran lingkungan sebetulnya akibat ulah manusia sendiri. Sebagai pemain utama kehidupan, seringkali manusia bertindak serta bersikap tidak sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku di alam, yakni perlunya suatu asas keseimbangan dan harmoni.
Disamping serakah, manusia menggunakan air secara semena-mena dan tidak terkendali dengan tanpa memperhatikan ketersediaan sumbernya. Manusia juga sering melakukan tindakan-tindakan yang buruk, seperti membuang limbah sembarangan, dan rendahnya apresiasi terhadap air bersih, dan masalah sanitasi.
Dalam batas-batas tertentu, alam memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya melalui siklus geobiokimia. Bila batas-batas tersebut terlampaui, alam tak akan mampu untuk memperbaiki dirinya, sehingga terjadilah yang disebut pencemaran.

Sebetulnya, lewat kemampuan teknologi yang dimilikinya, manusia bisa mengolah air tercemar menjadi air yang secara kualitas layak dikonsumsi. Tetapi dalam hal ini yang perlu diperhitungkan adalah bahwa biayanya sangat mahal dan masih ada bahan-bahan kontaminan yang masih sulit diurai, sehingga masih berbahaya bagi manusia, demikian menurut Prof. Dr. Juli Soemirat.
Karenanya perlu dibangun gerakan sadar lingkungan, khususnya menyangkut air bersih. Masyarakat juga harus disadarkan, dididik, dan dibiasakan bahwa hak mendapatkan air bersih merupakan hak dasar semua orang.

Kelangkaan air bersih merupakan salah satu bentuk kekerasan dan perampasan hak-hak asasi kehidupan.
* Sumber: Pikiran Rakyat, 23 Nopember 2000

 
ProgramerArif Tirtana | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys