Senin, 28 Februari 2011

Guru: Duta Bahasa Sunda (Daerah)

Menurut Ajip Rosidi, Pengamat kebudayaan Sunda bahwa bahasa akan musnah. Menurutnya bahasa adalah sesuatu yang hidup. Dan segala yang hidup akan (bisa) mati. Pandangan Ajip Rosidi bukan tidak berdasar, ia merujuk pada hasil penelitian 2 orang sarjana bahasa dari Amerika.
Menurut penelitian para sarjana bahasa tersebut seperti dikatakan oleh Kang Ajip dalam situsnya selama dua abad yang akhir ini kemusnahan bahasa kian menghebat. Menurut perkiraan mereka sekarang di dunia ini ada 5.000 – 6.700 bahasa, dan paling tidak – mungkin lebih – setengahnya akan mati dalam abad ke-21. Sekarang kl. 60% dari bahasa yang masih ada dalam kondisi penuh risiko. Menurut para sarjana, bahasa mati tidaklah secara alami. Bahasa tersebut dibunuh oleh bahasa lain seperti diberlakukannya bahasa Inggris sehingga bahasa setempat menjadi hilang.
Jika penelitian ini benar maka hal yang akan sama terjadi juga terhadap bahasa Sunda, dalam beberapa puluh tahun ke depan bisa jadi generasi muda Sunda khususnya Jawa Barat tidak akan mengenal lagi bahasa Ibunya. Hal ini berdasarkan pencermatan sementara penulis. Tidak sedikit orang tua mengajak bicara anaknya yang baru beranjak gede; masuk usia sekolah (TK/SD) dengan menggunakan bahasa Indonesia. Salah satu alasan mereka karena takut anaknya berbicara kasar jika menggunakan bahasa sunda. Fenomena ini dulu terjadi di kota besar seperti Bandung baik di wilayah komplek ataupun pemukiman penduduk desa. Namun fenomena ini sekarang merembes ke daerah-daerah seperti Garut, Sumedang, Tasik, Ciamis dan lain sebagainya. Saya seringkali menyaksikan orang tua di daerah tersebut mengajak bicara anaknya dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Anak-anak yang belum memiliki kesadaran penuh dalam persfektif psikologi komunikasi akan cenderung mengikuti bahasa yang dipergunakan oleh teman-temannya termasuk keluarga, mereka akan terpengaruh oleh ajakan teman/ keluarganya sebagai kelompok rujukannya dalam berbahasa. Sehingga sangat masuk akal pernyataan Kang Ajip bahwa Bahasa akan musnah kemudian.
Penggunaan bahasa Indonesia dinilai efektif terhadap anak agar anak tidak berbicara dengan bahasa yang kasar, di samping itu alasan yang cukup masuk akal adalah adanya undak-unduk basa yang menyebabkan sulitnya belajar bahasa Sunda dan Daerah lainnya. Namun tentu saja factor gengsi dan menganggap bahwa bahasa daerah kampungan juga bisa menjadi salah satu factor. Bahkan menurut hasil pencermatan seorang teman, di daerah lampung dan Palembang orang—baik remaja atau dewasa lebih bangga ketika mereka menggunakan bahasa Indonesia (Betawi) sehingga remaja-remaja di sana bisa dikatakan sangat asing terhadap bahasa daerahnya.
Belakangan, munculnya berbagai wacana tentang matinya budaya Sunda telah menyadarkan berbagai fihak akan pentingnya Budaya Sunda, sehingga tidak sedikit berbagai kalangan mengkampanyekan kembali pentingnya Budaya Sunda termasuk di dalamnya Bahasa Sunda terlebih setelah munculnya teknologi Internet, mulai dari majalah Online, Jejaring Sosial, Komunitas Sunda di Internet (Kusnet), LSM bahkan sampai musik Undergroundpun ikut ngarojong pelestarian berbahasa Sunda tersebut melalui kreatifitas bermusiknya. NGO yang berbasis budaya Sunda pun menggalakan penghargaan bagi tokoh-tokoh yang mencoba menghidupkan kembali atau melestarikan budaya Sunda.
Bahasa merupakan komponen utama dalam mengkomunikasikan budaya Sunda. Bahasa memegang peran yang sangat penting untuk melestarikan budaya. Menurut ahli linguistic bahasa diperoleh bukan karena keturunan tetapi melalui proses belajar. Melalui proses belajar pula bahasa Indonesia dengan dialek Sunda bermunculan yang lambat laun mereka tidak akan mengenal lagi bahasa Sunda. Dalam proses belajar, seorang anak mendapatkan pelajaran bahasa pertama dari keluarga, kedua dari sekolah dan kemudian dari lingkungan pergaulan.
Dalam pandangan psikologi komunikasi keterikatan mereka dengan bahasa Indonesia dikarenakan oleh Konformitas yaitu kecenderungan untuk mengikuti kelompoknya seperti kelompok keluarga, sekolah dan pergaulan. Melalui kelompok-kelompok tersebut menurut ilmu komunikasi bahwa pesan penggunaan bahasa menjadi efektif terinternalisasi ke dalam diri mereka. Dengan demikian maka kelompok-kelompok tersebut pulalah yang akan mendorong kembali kelanggengan berbahasa Sunda di tengah-tengah kita.
Guru Jadikan Duta Bahasa Sunda
Guru memiliki kekuatan koersif untuk menyampaikan pesan agar siswanya berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia sehingga pesan akan lebih efektif. Seperti halnya di Ponpes Gontor dimana siswa-siswanya diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dan Arab dalam bahasa pergaulannya. Kewajiban ini memaksa mereka sehingga mereka pun lancara berbasa Inggris dan Arab. Begitupun di sekolah-sekolah sejak TK sampai SMA jika saja kekuatan koersif ini digunakan oleh guru maka akan efektif untuk meminimalisir musnahnya bahasa Sunda dari bumi parahyangan.
Mengapa Guru?
Secara structural Guru berada dalam satu institusi pendidikan, dan institusi pendidikan berada di bawah struktur Dinas Pendidikan. Dinas pendidikan di Jawa Barat misalnya memiliki kekuatan struktur untuk memberlakukan kewajibannya terhadap setiap sekolah agar menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulannya di sekolah mulai dari TK, SD, SMP dan SMA. Dengan pendampingan selama jenjang pendidikan tersebut akan pentingnya bahasa Sunda akan mendorong kebiasaan muridnya berbicara dengan bahasa yang diajarkan/ dibiasakan oleh gurunya. Di samping itu guru dipandang memiliki ethos untuk menyampaikan pesannya terhadap murid-muridnya. Dalam pandangan Kang Jalal, seorang ahli psikologi komunikasi, ethos setidaknya memiliki dua komponen yaitu komponen kredibilitas dan komponen keahlian. Seorang guru akan dipandang credible oleh muridnya ketika dia menyampaikan pesannya sehingga sangat mungkin bahwa siswa-siswanya akan cepat terpengaruh dan kedua Guru memiliki kekuatan Koersif untuk memaksa muridnya untuk berbahasa daerah/ Sunda. Sehingga dua komponen kekuatan dan kredibilitas ini dalam pandangan psikologi komunikasi akan cukup efektif menyampaikan pesan-pesan tentang pentingnya berbahasa Sunda di kalangan siswa oleh gurunya.
Dengan pendekatan ini di harapkan bahwa Bahasa Sunda bukan sesuatu yang asing atau sulit tetapi sesuatu hal yang biasa sehingga ketika masuk lingkungan pergaulan atau sekolah yang lebih tinggi pun bahasa Sunda menjadi inheren dengan diri masing-masing siswa di Jawa Barat. Dengan demikian maka dimungkinkan bahwa bahasa Sunda akan tetap langgeng. Begitu juga halnya dengan Bahasa daerah lain. Bisakah?

penulis ::  Dudi Rustandi

 
ProgramerArif Tirtana | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys